Pandangan Filsuf Terhadap Demarkasi Ilmu

Menurut KBBI versi Daring, definisi dari “Demarkasi /de•mar•ka•si/ /démarkasi/” adalah batas pemisah, perbatasan, tanda batas. Batas atau Demarkasi antara empiris dan metafisik terletak pada ada tidaknya makna pada pernyataan empiris “meaningful” dengan pernyataan metafisik “meaningless”. Pada abad ke-20, terdapat beberapa filsuf yang mengemukakan pendapat dan teorinya terkait demarkasi ilmu, di antaranya adalah Percy Williams Bridgman, Rudolf Carnap, Alfred J. Ayer, dan Karl Popper.

Percy Williams Bridgman adalah penemu konsep “Definisi Operasional”. Ia salah seorang pendukung awal dan utama dari Operasionalisme. Bridgman memperjuangkan sebuah orientasi metodologis yang dikenal sebagai operasionalisme, yaitu metode yang lebih menekankan kecenderungan penelitian yang menggunakan pengukuran secara operasional. Bridgman mengungkapkan pendapatnya yang dikenal dengan Bridgman’s Early Position dan Bridgman’s Revised Position.

Rudolf Carnap adalah seorang filsuf kelahiran Jerman. Carnap mengemukakan bahwa sebuah “pernyataan” harus dapat diubah bentuknya (translatability) ke dalam bahasa empiris dan dapat dikonfirmasi. Filsuf lainnya adalah Alfred J. Ayer, yang berpendapat bahwa suatu kalimat bisa jadi benar atau salah berdasarkan istilah-istilah yang dipergunakan. Tidak perlu adanya verifikasi untuk mendemarkasikannya, tetapi hanya membutuhkan analisis saja dengan berdasarkan realitas inderawi. Selanjutnya, pernyataan-pernyataan yang kebenaran atau kesalahannya tidak bisa ditentukan dengan menganalisis, hanya bisa dilakukan dengan mengecek fakta-fakta (verifikasi).

demarkasi ilmu-guru pantura

Sedangkan, Karl Raimund Popper mengemukakan prinsip demarkasi ilmu yang disebut dengan falsifikasi. Falsifikasi adalah kebalikan dari verifikasi, yaitu pengguguran teori lewat/melalui fakta-fakta. Selama suatu teori belum bisa difalsifikasi, maka ia akan dianggap benar. Selain itu, Popper juga mengkritik prinsip verifikasi dengan menyatakan bahwa Prinsip verifikasi tidak pernah mungkin untuk menyatakan kebenaran hukum-hukum umum. Kritikan kedua, sejarah membuktikan bahwa ilmu pengetahuan juga lahir dari pandangan-pandangan metafisik. Ketiga, untuk menyelidiki bermakna atau tidaknya suatu ucapan atau teori, kita terlebih dulu harus mengerti tentang ucapan atau teori tersebut.

Untuk lebih memahami pandangan para filsuf mengenai demarkasi ilmu, silakan simak slide powerpoint di bawah ini.


Semoga ulasan saya mengenai Pandangan Filsuf Abad Ke-20 Terhadap Demarkasi Ilmu Pengetahuan dapat bermanfaat bagi kawan semua.
Salam Guru Pantura.



1 Komentar pada "Pandangan Filsuf Terhadap Demarkasi Ilmu"

Silakan tinggalkan komentar untuk saran, kritik, atau pertanyaan. Centang kotak "Beri tahu saya" di bawah komentar untuk mengetahui balasan via e-mail.
Bagi yang membutuhkan informasi spesifik, silakan menghubungi melalui laman Contact Me atau melalui laman Facebook.
Terima Kasih.