Postingan kali ini adalah pengalaman nyata saya dalam hal pengalaman bersosialisasi dengan budaya baru, sekaligus untuk memenuhi tugas matakuliah “Cross Cultural Understanding”.
Beruntung sekali saya bisa kuliah dan merasakan indahnya Kota Salatiga. Pemandangannya yang cantik dengan background Gunung Merbabu yang mempesona. Berbicara tentang Gunung Merbabu, saya jadi ingat pengalaman pertama saya saat menghadiri acara Tradisi Saparan bersama dengan teman saya yang rumahnya di Desa Kopeng, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Kopeng sendiri terletak di kaki Gunung Merbabu, dan berjarak kurang lebih 15 KM arah selatan Kota Salatiga.
Sesampainya di rumah teman saya, ternyata sudah terhidang banyak makanan, jajanan dan minuman yang super lengkap dan membuat anak kos seperti saya langsung meneteskan air liur, karena hidup sebagai anak kos sangat jauh dari kata cukup dalam hal makan sehari-hari. Siangnya, kami menonton marching band, pasukan warag, kuda lumping, dan tokoh dusun yang sedang mengarak tumpeng. Tumpeng diarak dari rumah Kepala Dusun (KADUS) menuju mata air Umbul Songo, makam Nyai dan Kyai Onggojoyo, dan kembali lagi ke tempat keberangkatan semula. Setelah didoakan, tumpeng kemudian dimakan bersama-sama oleh seluruh warga.
Teman saya mengatakan bahwa tradisi tersebut sudah dilaksanakan turun-temurun dan dimulai sejak 1918. Pada tahun tersebut, tepatnya bulan Sapar, wilayah mereka dilanda pagebluk. Untuk menghindarinya, para orang tua kemudian mengadakan Saparan, yang kemudian menjadi tradisi hingga sekarang.
Saparan dilaksanakan selama tiga hari dan diisi arak-arak 11 tumpeng besar dari 10 RT dan satu dari kepala dusun, kendurinan (selamatan desa), makan tumpeng bersama, wayangan, kethoprak, kuda lumping, dan warok. Hal utama dari tradisi Saparan ini adalah mohon keselamatan dan ketenteraman sekaligus ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan air Umbul Songo yang telah menghidupi warga Kopeng dan wilayah sekitar.
Selain memberikan sesaji di mata air tersebut, warga juga menampilkan semua jenis kesenian. Satu kesenian yang tidak boleh dilanggar adalah pementasan wayang kulit. Ini wajib dilaksanakan di seluruh dusun di Kopeng. Tidak ketinggalan makanan khas Kopeng di bulan Sapar adalah geplak jagung. Makanan khas Kopeng ini hanya muncul pada perayaan Saparan . Jadi kalau bukan bulan Sapar, makanan ini sulit dijumpai.
Senang dan bangga sekali rasanya bisa ikut merasakan budaya unik seperti Saparan. Saya pribadi sekarang sadar bahwa setiap tempat itu memiliki budaya yang berbeda-beda dan unik, serta yang paling penting adalah makna daripada budaya-budaya tersebut yang sudah mendarah-daging dengan kepercayaan warganya. Meskipun itu bukan budaya dari tempat asal-usul kita, sudah seharusnya kita ikut menjaga dan melestarikan budaya-budaya tersebut karena menikmati keanekaragaman merupakan sesuatu hal yang sangat indah.
Semoga tulisan saya mengenai Tradisi Saparan di Kopeng, Kabupaten Semarang dapat bermanfaat bagi kawan semua.
Salam Guru Pantura.
tulisan yang "exciting" bro, di tengah makin membanjirnya "kebudayaan" asing ke negara kita tidak sepatutnya hal itu membuat budaya asli di tiap daerah menjadi luntur dan hilang. Kita sebagai generasi penerus bangsa seharusnya bangga dengan kebudayaan daerah kita masing-masing, karen merupakan aset yang tak ternilai harganya. Semoga saja ke depannya hal seperti ini mendapat perhatian dari pemerintah daerah untuk lebih memperhatikan tradisi dan kebudayaan daerah itu sendiri.
BalasHapussory bro koment e rda akeh sitik, hehe....
geplak jagung rasanya gimana tuh ? saya yang notabenya orang dekat kopeng belum pernah ngrasain itu... tp memang "nguri- uri " budaya itu harus tetap dipertahankan... mungkin sekarang jaman internet jaman bb, tapi kepercayaan tentang kelimpahan berkat dengan 'slametan' tetap menjadi hal yang penting dalam fase kehidupan...
BalasHapuskeep posting bro....nice:D
yaa.. itulah salah satu keunikan ragam budaya, Jawa khususnya :)
BalasHapusteman kita kan ada yg dari Kopeng, mari kita serbu saat Saparan tiba :)
How wonderful ..
yang tinggal di salatiga aja belum tentu pernah punya pengalaman kayak kamu ( aq termasuk salah satunya//;p),,,
BalasHapusgreat information..
pengalaman berharga ketika kita bisa pergi ke suatu tempat dan belajar hal baru dari tempat itu..good job!!
awesome,,,,,,, nice experience,.,,
BalasHapusyachh,,,jd pengen melihat acara ituuu,,,, (udh hmpr 3th tinggal di salatiga, i never fell it, i wanna go "Saparan"......
peppe,,,, do you wanna invite me???? hehee :-)
similiar with my story nice...... =)
BalasHapusof i have my own home i want to invite u all =P
Budaya merupakan topik yang besar dan sangat penting. Begitu pentingnya, budaya bisa mencitrakan kondisi masyarakat misalnya di daerah Kopeng.. "Saparan"
BalasHapusya ya ya ya ...........maka tidaklah kita rugi jika kita mengucapkan puji syukur kpada Allah SWT, krena kta lahir di tempat yang banyak beraneka ragam budaya.Jadi asyik kaaan..?
BalasHapusSenang rasanya masih dapat melihat masyarakat yang hidup rukun antar sesama tanpa memandang perbedaan-perbedaan yang ada,,,,,,,
BalasHapusSatu untuk Semua dan Semua untuk Satu .....
Lanjut Truz Gan ,,,,,,,,,